设为首页 - 加入收藏   
您的当前位置:首页 > 综合 > Jembatan Kaca di Tempat Wisata, Demi Estetika Jangan Jadi Petaka 正文

Jembatan Kaca di Tempat Wisata, Demi Estetika Jangan Jadi Petaka

来源:quickq iphone 编辑:综合 时间:2025-06-08 14:37:33
Jakarta,quickq官方apk CNN Indonesia--

Wahana jembatan kaca di tempat wisata bukan hal baru di Indonesia. Sejak 2017, satu per satu destinasi wisata dengan atraksi jembatan kacahadir disambut antusiasme wisatawan.

Namun, eksistensinya menuai pro dan kontra, terutama setelah tragedi seorang wisatawan tewas karena terjatuh akibat pecahnya jembatan kaca di The Geong di Banyumas, Jawa Tengah, pada 25 Oktober lalu.

Jembatan Kaca di Tempat Wisata, Demi Estetika Jangan Jadi Petaka

Jembatan Kaca di Tempat Wisata, Demi Estetika Jangan Jadi Petaka

Wahana jembatan kaca biasanya dimanfaatkan pengunjung dengan berjalan melintas di atas permukaannya, lalu kemudian berswafoto atau berfoto. Faktor estetika menjadi pertimbangan dibangunnya jembatan kaca di tempat wisata.

Jembatan Kaca di Tempat Wisata, Demi Estetika Jangan Jadi Petaka

ADVERTISEMENT

Jembatan Kaca di Tempat Wisata, Demi Estetika Jangan Jadi Petaka

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Teranyar, jembatan gantung kaca Seruni Point di kawasan wisata Gunung Bromo segera diresmikan. Terdapat insiden di jembatan kaca Bromo, kala Khofifah Indar Parawansa, yang kala itu masih jadi Gubernur Jawa Timur, terpeleset jatuh saat berjalan di Jembatan Kaca Seruni Point.

Popularitas destinasi wisata dengan jembatan kaca meroket pada abad ke-21, dan didominasi oleh negara Asia, khususnya China, di mana hingga tahun 2019, diperkirakan terdapat sekitar 2.300 destinasi berproperti kaca, seperti dikutip dari BBC.

Jembatan gantung kaca tertinggi dan terpanjang juga ada di Asia, yakni Zhangjiajie Grand Canyon, yang dibangun pada 2016 di Hunan, China, berada di ketinggian 300 meter di atas permukaan tanah. Jembatan kaca ini disebut sebagai yang tertinggi di dunia.

Ada pula Bach Long Bridge (2022) di Vietnam, panjangnya hingga 633 meter sebagai yang terpanjang di dunia.

Namun, China juga punya catatan merah kasus kecelakaan jembatan kaca. Contohnya, awal 2019, seorang turis meninggal dunia dan enam lainnya terluka setelah terpeleset di sebuah jembatan kaca yang terkena air hujan di Provinsi Guangxi.

Pada 2021, seorang turis harus berpegangan di sisi jembatan setinggi 100 meter di tengah hantaman angin kencang yang membuat kaca pada jembatan pecah dan berjatuhan.

Belum diketahui pasti di mana destinasi di dunia yang pertama kali memanfaatkan kaca sebagai permukaan transparan di atas jurang. Namun, pada 2007 sudah dibuka destinasi jembatan layang (skywalk) berproperti kaca di Amerika Serikat.

Melansir dari lama Canyon Collective wahana itu tingginya 12 ribu meter melayang membentuk huruf U di atas ngarai di Green Canyon West, Arizona. Namun, jenisnya bukan jembatan gantung atau jembatan dengan penopang ke tanah, tapi kantilever yang hanya ditumpu oleh salah satu ujung tebing.

Jembatan Kaca di Indonesia

Di Indonesia, wahana jembatan kaca juga kian populer. Setidaknya, sudah ada lebih dari sepuluh wahana jembatan atau teras kaca dibangun di tempat wisata Indonesia.

Yang pertama, berdiri pada 2017 di Kampung Warna-Warni Malang, yaitu jembatan sepanjang 25 meter memiliki konstruksi semen dengan properti kaca di tengahnya. Menyusul dibangunnya jembatan kaca lebih besar di berbagai daerah dan destinasi lain.

Salah satu yang terkenal adalah jembatan kaca Buntu Burake di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Jembatan di atas tebing curam ini mulai dibangun sejak 2017 dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp3,9 miliar dan mulai beroperasi pada 2018. Namun, usianya hanya sekitar 1-2 tahun karena adanya keretakan kaca dan untuk menghindari kecelakaan, ditutup hingga kini.

Seiring berjalannya waktu, wahana jembatan kaca di Indonesia mulai menjamur, seperti lahirnya destinasi Kemuning Hills di Solo, teras kaca Pantai Karapyak di Pangandaran, Lereng Cibolang di Banten, The Geong di Banyumas, hingga jembatan gantung kaca yang akan segera diresmikan di Bromo.

Pada momen berdekatan, Indonesia juga baru memiliki jembatan gantung kaca pertama yang terletak di Kawasan Strategis Wisata Nasional Bromo-Tengger- Semeru, Jawa Timur. Jembatan Seruni Point ini dibangun oleh Kementerian (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) PUPR sejak 2021, sudah dilakukan uji beban, diklaim aman dan dikabarkan segera diresmikan.

Semua mata tentu akan tertuju pada jembatan kaca gantung di Bromo ini yang pembangunannya menghabiskan dana Rp15 miliar. Setelah sempat dikabarkan akan diresmikan pada November 2023, pembukaan jembatan kaca Seruni Point di Bromo diundur dan baru dibuka pada Januari 2024.

"Rencana jembatan Seruni Point ini akan dibuka untuk umum setelah diresmikan Presiden Joko Widodo. Untuk peresmiannya rencananya dilakukan pada Januari 2024 akan datang," tulis Pemkab Probolinggo, melalui laman resminya, Jumat (15/12).

Selain mengundang antusiasme wisatawan, pembangunan jembatan kaca juga tak sedikit mendapat kritik dan penolakan, terutama karena faktor keselamatan dan lingkungan.

Salah satunya di Venesia, Italia, di mana warga memprotes penggunaan kaca sebagai material pada salah satu jembatan fungsional publik karena licin dan berbahaya sehingga pemerintahnya berencana mengubahnya dengan material batu.

Berbagai kecelakaan dan kekhawatiran akan keselamatan destinasi kaca pun pernah membuat Provinsi Hebei di China menutup semua destinasi kaca untuk melakukan pengujian keselamatan yang komprehensif pada 2019.

Lalu, mengapa jembatan masih digemari wisatawan?

Dalam jurnal penelitian berjudul The Scientific Layout of Glass Bridges in Tourist Areas from the Perspective of Sustainable Development(2019), dijelaskan bahwa arsitektur berstruktur kaca telah menarik perhatian masyarakat dan terus membawa manfaat bagi kawasan wisata.

Selain itu, wahana kaca biasanya berada di lokasi dengan pemandangan sungai dan gunung yang bisa memberi pengalaman visual indah kepada wisatawan, sehingga mereka bisa merasa menjadi bagian dari alam yang indah.

Kaca transparan pada jembatan juga dinilai bisa memungkinkan wisatawan melihat ke bawah yang bisa memberikan rasa halus, dampak visual, dan kejutan psikologis.

Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa dalam merancang tata letak jembatan kaca, diperlukan berbagai pertimbangan matang dan memperhatikan berbagai faktor.

Sementara itu, pakar wisata Universitas Jenderal Soedirman, Chusmeru, mengungkap bahwa jembatan kaca bisa menjadi daya tarik wisata di Indonesia. Terutama dalam perspektif inovasi, keberagaman produk wisata, hingga pengalaman visual yang menyenangkan wisatawan.

"Termasuk juga pada diri wisatawan itu, jembatan kaca kan sangat memacu adrenalin ya, jadi ada sensasi tersendiri bagi wisatawan berada di atas jembatan kaca itu kan salah satu daya tarik jembatan kaca. Dan kalau di Indonesia kan efek viralitas media sosial juga sangat berpengaruh terhadap kunjungan ke jembatan kaca," ucap Chusmeru kepada CNNIndonesia.compada Kamis, (7/12).

Ia menilai, wisata jembatan kaca mungkin memang positif dalam hal keberlanjutan ekonomi, karena dinilai bisa menyedot banyak wisatawan dan menguntungkan. Akan tetapi, secara ekosistem belum tentu.

Dikhawatirkan eksistensi jembatan kaca menimbulkan distorsi visual karena mengganggu pemandangan alam. Menurutnya, keberadaan wahana ini juga dilematis jika dilihat dari aspek keberlanjutan wisata.

"Artinya, dampak lingkungannya ke depan pasti ada. Misalnya suatu saat jembatan kaca itu sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan, padahal alam kan juga punya toleransi terhadap keberadaan wisatawan di satu tempat," paparnya.

Terlepas dari kejadian kasus The Geong dan beberapa faktor risiko yang ada, Chusmeru menilai eksistensi jembatan kaca masih bisa diterima. Namun, tentunya dengan banyak catatan.

Karena wahana ini penuh risiko, faktor keamanan dan keselamatan menurutnya perlu menjadi prioritas, bukan hanya nilai ekonomis.

"Nah ini pertaruhan yang harus dijawab oleh para pengelola atau investor jembatan kaca agar sebelum dioperasionalkan, jembatan kaca itu ya sangat perlu uji kelayakan"

"Di beberapa daerah, jembatan kaca itu kan masih ada yang belum lolos uji kelayakan," jelasnya.

Chusmeru mengatakan, operasionalisasi jembatan kaca perlu dilakukan dengan hati-hati. Mulai dari uji kelayakan, standar operasional prosedur, hingga monitoring dan evaluasi rutin.

Kabar tewasnya wisatawan karena pecahnya kaca di The Geong pada Oktober lalu, mengupas lemahnya pengawasan terhadap destinasi tersebut. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukan hal-hal mengejutkan.

Dari pemilik yang mendesain sendiri jembatannya, jembatan berkarat, kaca yang hanya satu lapis, lebar pilar penahan jembatan yang tidak optimal, hingga tidak adanya izin, uji kelaikan, dan Standar Operasional Prosedur (SOP). Destinasi ini juga bisa beroperasi selama dua tahun lamanya.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, mengungkapkan bahwa secara regulasi, jembatan Kaca harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu Persetujuan Bangunan Gedung (PGB), Sertifikat Laik Fungsi (SLF), Sertifikat Usaha dari Pemda, Standar Teknis Bangunan dan pemeliharaan berkala, standar penggunaan bangunan, dan SOP Standar Teknis Bangunan.

Sejalan dengan itu, Chusmeru menilai perlunya kehati-hatian dalam mengoperasikan wahana jembatan kaca. Selain uji kelayakan, ia mengungkap pentingnya keberadaan SOP untuk pengelola maupun wisatawan.

Contohnya, terkait apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh wisatawan, durasi berada di atas jembatan, berapa kapasitas pengunjung, lalu langkah-langkah untuk keadaan darurat.

"Jangan sampai suatu jembatan kaca sudah beroperasi cukup lama, tidak ada monitoring dan evaluasi, sementara kondisi jembatan sudah tidak layak untuk dikunjungi wisatawan dan tetap dioperasikan, suatu saat terjadi musibah, kemudian saling menyalahkan," tambah Chusmeru.

Salah satunya dalam pengujian jembatan kaca, uji pembebanan material kaca dilakukan untuk mengetahui keamanan dan kekuatan material kaca yang digunakan, seperti dikutip dalam akun Instagram resmi Balai Geoteknik, Terowongan, dan Struktur, yang melakukan uji keandalan kaca dan uji pembebanan pada material kaca Jembatan Kaca Seruni Point Bromo.

Dari hasil pengujian, terlihat bahwa pembebanan statis yang dilakukan bisa menghasilkan angka kapasitas orang yang bisa berada di atas jembatan, beserta berat rata-ratanya.

Adapun pihak yang terlibat dalam operasional wahana jembatan kaca seperti diungkapkan Sandiaga adalah pemerintah daerah setempat, Kementerian PUPR, serta pihak swasta.

"Pemda harus memastikan bahwa struktur tersebut memenuhi standar keamanan, teknis, dan lingkungan yang berlaku. Termasuk pemeriksaan. Pemeriksaan berkala harus dilakukan dan akan lebih baik jika dapat melibatkan pihak swasta yang berkompeten dan bertanggung jawab atas pemeliharaan dan perawatan jembatan tersebut," jelas Sandiaga kepada CNNIndonesia.compada Rabu, (12/12).

热门文章

0.2679s , 8011.21875 kb

Copyright © 2025 Powered by Jembatan Kaca di Tempat Wisata, Demi Estetika Jangan Jadi Petaka,quickq iphone  

sitemap

Top