Ternyata Ini Penyebab Lonjakan Kasus TBC di Indonesia
Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus tuberkulosis (TBC) terbanyak kedua di dunia setelah India. Tren kasus TBC pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Dokter pun mengungkap penyebab lonjakan kasus TBC di Indonesia.
Menurut Global Tuberculosis Report 2024 yang diterbitkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati peringkat kedua negara dengan kasus TBC terbanyak di dunia.
Menurut laporan tersebut, sepanjang tahun lalu tercatat 1.060.000 kasus TBC di Indonesia, dengan angka kematian mencapai 134 ribu jiwa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilihan Redaksi
|
Bila ditarik ke belakang, tren penemuan kasus TBC meningkat tajam sejak 2017, dari sekitar 446 ribu menjadi lebih dari dua kali lipat dalam kurun tujuh tahun.
Abai terhadap 'tanda bahaya'
Dokter spesialis paru Rumah Sakit Pelni, Erlang Samoedro mengungkapkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum cukup sadar terhadap gejala TBC. Orang seharusnya curiga TBC ketika mengalami batuk selama lebih dari dua minggu.
Sayangnya, banyak pasien menganggapnya sebagai batuk biasa dan memilih untuk tidak memeriksakan diri.
"Kadang pasien merasa batuk-batuk biasa, padahal sudah dua minggu lebih tidak sembuh. Ini seharusnya menjadi sinyal bahaya. Tapi justru sering diabaikan," ungkap Erlang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (20/5).
Bukan hanya itu, tantangan terbesar lain dalam penanganan TBC adalah pasien tidak konsisten dalam menjalani pengobatan.
Proses pengobatan TBC memang memerlukan waktu yang cukup panjang, minimal enam bulan. Namun, banyak pasien berhenti berobat setelah merasa tubuhnya mulai membaik.
![]() |
"Begitu merasa sudah enakan, banyak yang berhenti minum obat. Padahal, kuman TBC belum sepenuhnya mati. Ini bisa membuat kuman jadi kebal obat dan makin sulit disembuhkan," tegasnya.
Erlang juga mengingatkan bahwa TBC bukan hanya persoalan individu, melainkan ancaman kesehatan masyarakat. Penyakit ini sangat menular, terutama jika tidak ditangani dengan baik.
Penularan bisa terjadi di dalam rumah, kepada anak, pasangan, atau orang tua, hingga di ruang-ruang publik seperti transportasi umum.
Lihat Juga :![]() |
Menurutnya, peningkatan kasus TBC yang terus terjadi menunjukkan bahwa masih ada celah besar dalam kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit ini. Diperlukan edukasi menyeluruh dan dukungan sosial agar pasien tidak merasa sendiri dalam menjalani pengobatan panjang.
"Inilah mengapa penting untuk menjalani pengobatan sampai tuntas. Kalau tidak, bukan hanya dirinya yang sakit, tapi bisa menularkan ke banyak orang," kata Erlang.
(tis/els)(责任编辑:知识)
- Pasca Libur Panjang, IHSG Dibuka Merosot 0,89% ke Level 7.112
- Lewat 12 Kesepakatan Baru, Indonesia
- Pemerintah Gulirkan 6 Paket Stimulus Mulai 5 Juni 2025, Airlangga: Untuk Dorong Perekonomian
- Serbu! Kereta Cepat Whoosh Tebar Diskon Dalam Rangka HUT KCIC, Cuma 150 Ribu Sekali Jalan
- 留学学建筑学专业,这些你必须要了解!
- Stabilitas Rupiah Terkendali, Bank Indonesia Laporkan Tren Positif di Pasar Surat Berharga
- Bukan Hanya Ibadah, Puasa Ternyata Bisa Bikin Panjang Umur
- Bolehkah Makan di Depan Orang yang Berpuasa? Ini Hukumnya
- Anies: Keterisian Kamar Hotel untuk Isolasi Pasien Covid
- Pemuda Kota Malang Dukung Gibran Jadi Cawapres di Pemilu 2024, Ternyata Ini Alasannya!
- Lewat 12 Kesepakatan Baru, Indonesia
- Polri Ungkap Strategi Pengamanan KTT AIS Forum 2023 Bali
- Keutamaan dan Hikmah 10 Hari Kedua Ramadan
- Serbu! Kereta Cepat Whoosh Tebar Diskon Dalam Rangka HUT KCIC, Cuma 150 Ribu Sekali Jalan
- Disindir Megawati, Benarkah Jakarta Amburadul?
- Cek Syarat Lengkap dan Jadwal Lowongan CPNS Kemendikbudrisek 2023: 16.102 Tersedia untuk Loker Dosen
- Menilik Tren Baju Lebaran 2025, Simpel dengan Warna 'Berani'
- MK Bentuk MKMK Terkait Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim Konstitusi
- Strategi Kemenperin dan Dekranas Bikin IKM Kerajinan Tembus Pasar Ekspor
- Kafein di Kopi Bikin Susah Tidur, Begini Cara Menghilangkannya